Entri Populer

23 Februari 2010

Ketika mengingat mati.


Wah judulnya serem dan menakutkan. Tapi nanti dulu, setiap kita sebetulnya menuju kesana : kearah kematian. Sadar atau tidak, Mau atau tidak. Siap atau tidak.

Terus kalau sudah begitu bagaimana ?. Ya.. tinggal menjalani saja. Menjalani tahap-tahap dan langkah-langkah yang mengantar kita pada satu titik : kematian.

Koq nggak mudheng to...?? . Begini, ibaratnya kita mempunyai lempengan emas atau sesuatu sangat berharga itulah yang bernama hari. Ya ibaratnya lempengan emas yang kita punyai sebanyak jatah umur kita, misalnya 70 tahun kali 365 hari= 25.550 hari atau batang lempengan emas. Dan usia kita saat ini sudah berapa ?? misalnya 45 tahun = 16.425 hari atau batang lempengan emas. Berarti…… jatah hidup kita didunia = 25.550 – 16.425 =9.125 hari atau batang lempengan emas.
Terus gimana diriku ?. Apakah yang sudah 45 tahun = 16.425 hari atau batang emas sudah engkau gunakan sebaik-baiknya ??. Atau bahkan engkau sia-siakan berlalu begitu saja tanpa ada bekas yang bermakna. Atau justru engkau gunakan dengan merusaknya sehingga banyak beban yang memberati langkah kedepan ?.

Bagaimanapun juga, 16.425 hari atau batang lempengan emas itu tidak akan kembali lagi, Semua sudah berlalu. Dengan upaya dan kendaraan apapun 16.425 itu tidak akan bisa datang lagi dan kita nikmati. Sudah menjadi masa lalu.

Kita tinggal mempunyai 9.215 hari atau lempengan batang emas. Yang penuh arti dan makna. Dapat kita gunakan apa saja, karena begitu berharga. Dan itupun jika kita dijatah umur 70 tahun, jika tidak ??. Jangan-jangan disaat kita berhitung 9.215 , 8.500 , 1.000 atau hari ini adalah hari atau lempengan emas yang kita punya dan nikmati yang terakhir kali.
QS. 63. Al Munaafiquun : 11

11. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.

Semoga ada manfaatnya untuk diri kita istriku, ( Abu Ya fa ).

Shalat khusyuk kenapa sulit ?


Shalat khusyuk merupakan idaman dan dambaan setiap muslim. Termasuk diriku, betapa ingin setiap shalat mampu memberikan makna mendalam dalam kehidupan. Membekas dan memantapkan langkah.
Namun sayang semuanya belum sesuai dengan yang kuharapkan. Sudah saya usahakan sepenuh hati namun khusyuk yang didamba belum didapat. Sudah diikuti langkah- langkah praktis namun juga belum mampu menghadirkan khusyuk dalam setiap shalat.

Berbagai pernyataan ulama untuk mencapainya seperti : Menghadirkan hati, faham, takut, berharap dan lain-lain sudah dimaksimalkan untuk praktek. Dan sekali lagi belum semua sesuai harapan tercapai. Lantas bagaimana ?. Kursus atau pelatihan shalat khhusyuk-pun pernah kuikuti dan sudah kuikuti pula tahapan-tahapannya. Namun sekali lagi belum sesuai yang kumau.

Dhuh ALLOH betapa ruginya jika setiap shalatku tidak bermakna. Padahal shalat yang ENGKAU hisab pertama kali. Dhuh ALLOH betapa lemahnya hamba-Mu ini. Mohon berilah petunjuk agar setiap shalat hamba mencapai makna baik bagi diri ini atau dihadapan-Mu - aamiin.

Lega rasanya setelah berdoa - pasrah. Dan apa yang terjadi berikutnya adalah tinggal menunggu dan menerima. Menunggu tuntunan ALLOH memberikan kekhusyukan dalam setiap shalatku dengan menerima segala rasa dalam setiap gerak dan bacaan. Kuikuti saja, ternyata nikmat. Hanya itu kata yang tepat : nikmat. Nggak usah berteori yang muluk-muluk, hanya mengikuti. Dan akhirnya hanya itu yang terasa : nikmat ; entah khusyuk itu kayak gini yang sering kurasakan atau yang lainnya dan bagaimana. Soalnya tidak pernah ada definisi khusyuk yang tepat menurut saya, karena itu berkaitan dengan rasa.

Eh saya bukannya riyak istriku tapi hanya berbagi. Dan maafkan suamimu jika dalam shalat malam tidak pernah mengajakmu berjamaah. Karena saya ingin menikmati : nikmatnya - dan mungkin mengganggu kenikmatan juga bagimu.

QS. 002. Al Baqarah : 45-46 :

45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
46. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. ( Abu Ya fa )

Aku ikut


Ketika ada kegiatan RT memindahkan poskamling, maka seluruh warga RT turut andil menggotongnya dari tempat yang akan dibangun rumah ke tempat lain tepat didepan rumahku.

Terlihat indahnya karakter warga, ada yang hanya teriak memberi aba-aba, ada yang sungguh-sungguh dan ada yang hanya menonton terbengong-bengong. Tapi, saat ditanya siapa yang ikut memindah poskamling : saya yakin semua warga akan mengangkat tangan sebagai jawaban – aku ikut.

Dari pelaksanaan kewajiban yang menjadi tugas kita - baik di tempat kerja atau sebagai hamba - terkadang kita juga selalu mengikutkan aku untuk andil dalam peran. Betapa peran aku bahkan lebih dominan. Semua kalah. Semuanya tertutup oleh aku.

Padahal kalau sudah yang bicara aku bisa jadi itu pertanda dari kemunduran rasa diri yang seharusnya besar menjadi kecil. Yang seharusnya bernilai menjadi kurang bernilai. Yang seharusnya ikhlas sebagai puncaknya namun menjadi riya’ dan serendah-rendahnya.

Wahai diriku dan istriku, sudahkah engkau tidak turut dalam segala tindakan yang seharusnya engkau tidak ikut ?. Semoga.

Quran surat Al Bayyinah : 5

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Semoga ada manfaatnya . ( Abu Ya fa ).